Rabu, 09 September 2009

Alokasi DAK Bidang Infrastruktur Tahun 2010 Turun

Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengungkapkan bahwa alokasi pagu sementara Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang infrastruktur tahun 2010 sebesar Rp 4,49 triliun. Alokasi ini lebih kecil dibandingkan usulan yang diajukan oleh Departemen PU yaitu sebesar Rp 10,78 triliun. Adapun pagu sementara DAK tersebut direncanakan untuk membiayai sub bidang jalan Rp 2,81 triliun, sub bidang irigasi Rp 968,4 miliar, dan sub bidang air minum dan sanitasi Rp 714,5 miliar.

”Pagu tahun 2010 ini turun dibandingkan alokasi DAK di tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sebesar Rp 7,19 triliun dan tahun 2009 sebesar Rp 6,68 triliun.” jelas Djoko saat Rapat Kerja dengan Komisi V DPR-RI, Kamis (27/8) di Jakarta.

Alokasi DAK ini ditujukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan ke-PU-an penting yang ada di daerah-daerah namun tidak mampu untuk dibiayai oleh daerah. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur PU di daerah ini akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sehingga DIPA akan masuk APBD, meskipun pengusulan dan pembinaannya ada di Departemen PU.

Terkait pembangunan infrastruktur PU, Djoko mengharapkan agar setiap propinsi, Kabupaten/kota memiliki strategi pengembangan wilayahnya masing-masing, yang berisi semua pembangunan yang diperlukan di wilayah tersebut termasuk rencana induk sistem PU untuk dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) PU untuk lima tahun mendatang.

”Jika setiap pemerintah daerah punya strategi pengembangan wilayahnya masing-masing maka akan mempermudah kita untuk membuat program ke depan dan mensinkronkan program-program antar sektor yang ada di daerah” tegas Djoko.

Selain itu, bila daerah sudah memiliki strategi pengembangan wilayah masing-masing maka Konferensi Regional (Konreg) akan lebih efektif.


BPLS Ajukan Kenaikan Alokasi Anggaran

Dalam kesempatan yang sama, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) meminta tambahan alokasi anggaran tahun 2010 kepada Komisi V DPR-RI. Hal ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan bahwa semburan lumpur merupakan fenomena alam.

Sekretaris BPLS Adi Sarwoko mengatakan terkait putusan MA tersebut, saat ini sedang diproses usulan revisi Perpres 14/2007 jo 28/2008 yang antara lain mengatur tentang pengalihan tanggung jawab pelaksanaan upaya penanggulangan semburan lumpur (termasuk di dalamnya tanggul utama sampai Kali Porong) yang semula beban PT Lapindo Brantas beralih ke Pemerintah. Adapun penanganan penyelesaian sosial seperti jual beli tanah tetap berada di Lapindo.

Adi juga membeberkan mengenai kondisi di Sidoarjo yang cukup membahayakan karena kondisi tanggul kolam saat ini sudah sangat penuh dan aliran lumpur ke kali Porong terhenti. Hal ini karena PT Lapindo Brantas Indonesia sudah angkat tangan. Kondisi ini cukup membahayakan tanggul yang dikatakan siaga merah.

Wakil Ketua Komisi Infrastruktur DPR, Yosep Umarhadi meminta agar komisi tidak buru-buru menyetujui usulan BPLS dan menunggu sikap presiden terhadap revisi Peraturan Pemerintah tentang penanganan lumpur Lapindo.

Menteri PU Djoko Kirmanto mengatakan draf revisi peraturan presiden masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan.

"Substansinya sudah disetujui dalam pembahasan, tinggal tunggu Menteri Keuangan saja," ujar Djoko.


Pemeliharaan Infrastruktur Perlu Perhatian


Pembangunan infrastruktur tidak hanya sebatas membangun proyek-proyek fisik, tapi lebih dari itu berarti merawat dan memfungsikan proyek yang telah dibangun tersebut. Lebih jauh lagi pembangunan infrastruktur juga harus memperhatikan aspek kesinambungan lingkungan agar tidak hanya bermanfaat sementara namun hingga jangka panjang.

Demikian disampaikan Kepala BPKSDM Sumaryanto Widayatin yang mewakili Menteri Pekerjaan Umum (PU) pada forum Konferensi Internasional on Rehabilitation and Maintenance in Civil Engineering (ICRME) Sabtu (21/3) di Solo, Jawa Tengah.

“Jadi jangan sampai kita membangunan ribuan kilometer jalan atau bangunan tapi merusak sumber air”, ungkap Sumaryanto.

Karena pentingnya aspek pemeliharaan dan kesinambungan lingkungan tersebut maka Departemen PU sendiri akan mengalokasikan sumber pendanaan untuk pemeliharaan dan tentunya mendorong penyediaan sumber daya manusia yang ahli di bidang ini, salah satunya konferensi kerjasama Departemen PU dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini.

Konferensi ini diikuti oleh berbagai peserta yang berasal dari dunia akademisi maupun masyarakat umum dengan narasumber dari dalam maupun dari luar negeri, salah satunya Franz Nestmann dari Universitat Karlsruhe dari Jerman yang telah bekerjasama dalam proyek pembangunan sumber air bawah tanah di Gunung Kidul Yogjakarta.

Selain berpartisipasi dalam forum konferensi ini baik sebagai narasumber maupun peserta, Departemen PU juga berpartisipasi dalam pameran yang diselenggarakan bersamaan dengan konferensi.

Keikutsertaan ini dimaksudkan sebagai sarana informasi Pembinaan Konstruksi meliputi Pelatihan dan Pendidikan untuk menghasilkan tenaga kerja ahli dan terampil bidang konstruksi, Penandatanganan Pakta Komitmen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi, Karya Konstruksi Indonesia 2006 – 2008, Mutual Recognation Arrangement (MRA), Penawaran Program Pendidikan kerjasama dengan Perguruan Tinggi, serta Teknologi Rumput Vetiver.

Teknologi rumput vetiver merupakan salah satu informasi yang banyak diminati oleh banyak pengunjung. Rumput vetiver atau yang biasa disebut rumput akar wangi atau akar sereh ini sangat banyak tersedia di Indonesia dan memiliki banyak keunggulan. Salah satunya sebagai pemerkuat lahan dari erosi, saat ini telah digunakan untuk memperkuat stabilitas lereng di Jalan Raya Nagreg dan Tol Purbaleunyi KM 91 200. Tak hanya itu rumput vetiver juga murah karena banyak tersedia di berbagai wilayah Indonesia.


Pembebasan Lahan Trans Jawa Capai 710,29 Hektar


Progres pembebasan lahan jalan tol Trans Jawa telah mencapai 710,29 ha atau 14,84 persen dari total lahan yang harus dibebaskan seluas 4.785,42 ha. Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Hermanto Dardak mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya percepatan pembebasan lahan agar tol Trans Jawa bisa segera terealisasi.

“Percepatan pembebasan lahan dilakukan dengan cara memprioritaskan seksi tertentu dari setiap ruas tol sehingga nantinya pembangunan bisa dilakukan serentak pada seksi-seksi prioritas tersebut,” ucap Hermanto Dardak usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI tentang pembangunan jalan tol di Indonesia, Senin (24/2) siang di Jakarta.

Jalan tol Trans Jawa membentang dari Merak hingga Banyuwangi sepanjang 1.212 kilometer merupakan prioritas utama pembangunan jalan tol. Sepanjang 289 kilometer diantaranya telah beroperasi yang meliputi Merak-Jakarta-Cikampek, Palimanan-Kanci, Semarang Seksi ABC dan Surabaya-Gempol.

Sementara sisanya sepanjang 653,85 kilometer, terbagi menjadi 10 ruas proyek tol yaitu Cikopo-Palimanan, Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Semarang-Solo, Solo-Mantingan, Mantingan-Ngawi-Kertosono, Kertosono-Mojokerto dan Mojokerto-Surabaya. Hermanto mengatakan, saat ini progres tol Trans Jawa sebagian masih tahap pembebasan tanah, namun ada juga yang sudah tahap konstruksi antara lain Kanci-Pejagan, Semarang-Solo dan Kertosono-Mojokerto.

Upaya percepatan pembebasan tanah dilakukan pemerintah antara lain dengan konsinyasi atau menyerahkan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri setempat. Nilai ganti rugi tersebut merupakan hasil penafsiran nilai ganti rugi tanah dan bangunan yang dilakukan tim appraisal independen sehingga lebih objektif.

Pemberlakukan konsinyasi tersebut telah diatur melalui Perpres No. 36 tahun 2005, Perpres No. 65 tahun 2006 serta Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007. Konsinyasi dapat dilakukan bila tanah yang berhasil dibebaskan minimal telah mencapai 75 persen dari total tanah yang harus bebas.

Hermanto menuturkan, untuk ruas tol Trans Jawa, proses konsinyasi sedang dipersiapkan untuk seksi Semarang-Ungaran. Sementara untuk ruas tol non Trans Jawa proses serupa antara lain telah dilakukan pada Cinere-Jagorawi dan lahan Jembatan Suramadu di Jawa Timur.

Berkaitan dengan tim appraisal independen, Dirjen Bina Marga mengungkapkan jumlah yang ada saat ini telah mencukupi yaitu sebanyak 23 tim. Dengan jumlah tim tersebut, maka proses penafsiran nilai ganti rugi bisa dilakukan bersamaan.

Sementara itu Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Nurdin Manurung mengusulkan agar pembebasan lahan dikeluarkan dari nilai rencana bisnis investor. Menurut Nurdin, Hal biaya tanah menjadi beban investor karena waktu dan biaya pengadaan tanah yang tidak pasti.

Dengan tidak dihitungnya biaya pembebasan tanah sebagai nilai investasi, maka pemerintah yang menanggungkan melalui dana APBN. Menurut hitungan BPJT diperlukan dana Rp 10 triliun untuk membebaskan lahan seluruh ruas tol.

Bila hal tersebut disetujui, maka pemerintah juga akan melakukan kaji ulang terhadap rencana bisnis setiap ruas tol serta revisi Perjanjian Penguasaan Jalan Tol (PPJT). Revisi tersebut antara lain dapat berupa pengurangan durasi konsesi jalan tol yang diberikan kepada investor.

Usulan tersebut mendapatkan dukungan dari para anggota Komisi V DPR-RI antara lain dari Abdul Hakim dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Afni Achmad dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Dukungan serupa juga diberikan Ketua Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Faturachman.

“Resiko terlalu besar jika lahan dibebankan kepada investor. Nilai pembebasan lahan harus dikeluarkan dari investasi,” ujar Ketua ATI.
Sumber : www.pu.go.id (24 Februari 2009)